Wednesday, 17 April 2013

Monitoring Corruption : Evidence from a Field Experiment in Indonesia (Resume)

Korupsi merupakan masalah yang sering terjadi di negara berkembang. Meskipun korupsi dapat menjadi kontribusi terhadap pertumbuhan di negara tersebut, namun korupsi tetap harus dikurangi bahkan dihilangkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi korupsi adalah mengkombinasikan monitoring dan punishment secara tepat. Namun dalam prakteknya, cara tersebut tidak dapat mengurangi korupsi. Sehingga muncul salah satu pendekatan alternatif yang terkenal beberapa tahun belakangan ini, yaitu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemantauan tingkat lokal. Dengan meningkatnya pastisipasi masyarakat ini tidak hanya dapat mengurangi korupsi, tetapi juga meningkatkan pelayanan publik.

Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan "grassroots". Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa anggota masyarakat merupakan orang - orang yang berpengaruh dalam kesuksesan program dan mungkin lebih terdorong untuk memantau daripada tertarik kepada birokrat pemerintah pusat. Untuk pengujian terhadap pendekatan tersebut maka dilakukanlah percobaan lapangan terkontrol di 608 desa di Indonesia. Setiap desa tersebut akan melakukan pembangunan jalan desa sebagai bagian dari proyek infrastruktur nasional tingkat desa. Kemudian proyek mereka nantinya akan diaudit oleh lembaga audit pemerintah pusat.

Percobaan dilakukan dengan dua cara. Dalam percobaan yang pertama, untuk mendorong partisipasi langsung masyarakat dalam proses monitoring, maka dibagikan undangan pertemuan akuntabilitas ke seluruh desa. Sedangkan untuk percobaan kedua, memberikan kesempatan bagi warga untuk menyampaikan informasi tentang proyek tanpa rasa takut akan adanya pembalasan dengan cara mendistribusikan formulir komentar anonim beserta undangan tersebut.

Desain eksperimental untuk percobaan ini akan memeriksa tiga intervensi. Ketiga intervensi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
‒ Meningkatkan probabilitas audit eksternal
‒ Meningkatkan partisipasi dalam pertemuan akuntabilitas
‒ Memberikan formulir anonim ke desa - desa
Data yang digunakan dalam percobaan ini mencakup data tentang pengeluaran yang dilaporkan, mengukur kuantitas bahan, mengukur upah dan jam kerja, mengukur harga, dan pengukuran pengeluaran yang hilang.

Ada dua strategi yang diteliti dalam percobaan ini. Strategi tersebut adalah monitoring top - down oleh auditor pemerintah dan monitoring bottom - up melalui partisipasi masyarakat dalam proses pemantauan di desa.

Bukti menunjukkan bahwa peningkatan kemungkinan audit eksternal secara substansi dapat mengurangi dana yang hilang pada proyek ini. Namun, jumlah penurunan pengeluaran dana yang hilang tidak terlalu besar. Kemudian bukti yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam monitoring menujukkan bahwa berkurangnya pengeluaran yang hilang hanya terjadi pada satu keadaan tertentu. Hasil ini merupakan hasil dari intervensi jangkan pendek. Sehingga dapat disarankan bahwa akan optimal jika rotasi auditor yang sering atau probabilitas audit yang rendah dipadukan dengan hukuman yang lebih tinggi.

Tuesday, 2 April 2013

Apa itu COSO,,,?????

Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) merupakan komite yang dibentuk oleh organisasi – organisasi profesi di Amerika, antara lain AICPA, Financial Executives Association, Institute of Management Accountants (IMA), Institute of Internal Auditors (IIA) and American Accounting Association (AAA). Pada tahun 1992, COSO mengeluarkan definisi tentang pengendalian internal. COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yang melibatkan dewan komisaris, manajemen, dan personil lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan dengan kategori berikut, yaitu efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, kepetuhan terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku.




Menurut COSO, komponen pengendalian internal terdiri dari 5 komponen, yaitu :

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

Lingkungan pengendalian mencakup sikap manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian dalam organisasi tersebut. Peranan lingkungan pengendalian adalah menetapkan suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang – orangnya. Komponen ini merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur. 
Beberapa faktor pembentuk lingkungan pengendalian di antaranya :
- Integritas dan nilai etika
- Komitmen terhadap kompetensi
- Dewan direksi dan komite audit
- Filosofi dan gaya operasi manajemen
- Struktur organisasi
- Penetapan wewenang dan tanggung jawab
- Kebijakan dan praktik sumberdaya manusia

Contoh pengendalian internal dalam komponen lingkungan pengendalian :

Bank “X” memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas. Selain itu juga terdapat kode etik profesional dimana dewan komisaris dan direksi menerapkan komitmen integritas yang terdiri dari aspek Good Corporate Governance (GCG) dan Code of Conduct yang berlaku bagi seluruh karyawan dan manajemen. Ada pula aturan tertulis dan filosofi “no fraud tolerance” beserta sanksi yang akan dikenakan jika melanggar.

Pada Bank “X” dilakukan pemisahan tugas dan kewenangan untuk masing – masing bagian agar tidak terjadi penyalahgunaan otoritas dan wewenang. Untuk perekrutan karyawan dilakukan secara ketat dan dilakukan training serta konsultasi jika diperlukan. Selain itu ada kebijakan insentif yang diberikan sesuai dengan kinerja.


2. Penilaian risiko (risk assessment)

Penilaian risiko merupakan identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan untuk mencapai tujuan. Penilaian risiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan khusus atas perubahan kondisi yang dapat memunculkan risiko. Perubahan kondisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
- Perubahan dalam lingkungan operasi
- Personel baru
- Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi
- Pertumbuhan yang cepat
- Teknologi baru
- Lini, produk, atau aktivitas baru
- Restrukturisasi perusahaan
- Operasi di luar negeri
- Pernyataan akuntansi

Contoh pengendalian internal dalam komponen penilaian risiko :

Bank “X” menggunakan mekanisme penilaian risiko sesuai level manajemen menurut Basel Accord II. Divisi manajemen risiko Bank “X” melakukan analisis risiko berupa pengukuran melalui laporan profit risiko triwulanan. Respon dari analisis risiko tersebut adalah menerapkan Key Risk Indicators (KRI) sebagai sinyal peringatan dini serta penghitungan dan pemantauan jumlah kegiatan berpotensi risiko melalui Loss Event Recording System (LERS). Bank “X” dapat melakukan mitigasi risiko secara tepat.

3. Aktivitas pengendalian (control activities)

Aktivitas pengendalian mencakup kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan dengan semestinya. Selain itu juga memastikan bahwa pengelolaan risiko telah dilakukan untuk pencapaian tujuan entitas. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung aktivitas pengendalian dapat dikategorikan sebagai berikut :
- Pemisahan tugas
- Pengendalian pemrosesan informasi yang terdiri dari pengendalian umum dan pengendalian aplikasi
- Pengendalian fisik
- Review kinerja 

Contoh pengendalian internal dalam komponen aktivitas pengendalian :

Untuk aktivitas pengendalian, Bank “X” melakukan pemisahan tugas untuk setiap bagian, pengawasan atas tindakan karyawan dan manajemen senior, serta adanya evaluasi atas kebijakan dan prosedur yang ada untuk memitigasi risiko. Proses pengendalian dilakukan oleh Internal Control Department melalui pemerikasaan kredit dan operasional di cabang secara harian. Bank “X” menggunakan teknologi database untuk melakukan input nasabah baru, melaporkan komplain nasabah ke pusat, dan meng – update data nasabah jika diperlukan.

4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam bentuk dan waktu yang memungkinkan orang – orang untuk melakukan tanggung jawab mereka. Sistem informasi menghasilkan laporan yang berisi informasi operasional, finansial, dan terpenuhinya keperluan sistem. Informasi dan komunikasi juga dibutuhkan untuk memberikan informasi dalam pembuatan keputusan bisnis dan laporan eksternal. Komunikasi melibatkan penyediaan suatu pemahaman yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab individu dalam pengendalian internal entitas. Komunikasi yang efektif dibutuhkan baik dengan pihak internal maupun eksternal.

Contoh pengendalian internal dalam komponen informasi dan komunikasi :

Bank “X” mengkomunikasikan informasi secara lisan dan tertulis. Informasi tersebut meliputi aturan, prosedur, kebijakan, sanksi, job description, wewenang, dan tanggung jawab. Komunikasi secara lisan dilakukan melalui briefing, sedangkan komunikasi secara tertulis disampaikan melalui web intranet dan buku pedoman manual. Komunikasi internal lainnya dilakukan dengan mekanisme pelaporan kecurangan untuk menindaklanjuti apabila terjadi kecurangan dan pelanggaran prosedur serta kode etik. Mekanisme ini juga diperuntukan bagi pihak eksternal seperti pengaduan melalui customer servicemaupun melalui web yang disediakan Bank “X”. Informasi secara internal disampaikan melalui RUPS dan disediakan pula laporan yang dipublikasikan untuk pihak eksternal.

5. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan merupakan proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian desain dan pengoperasian pengendalian tepat waktu serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Aktivitas pemantauan mencakup penggunaan informasi dan komunikasi dengan pihak luar yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau bagian yang memerlukan perbaikan.

Contoh pengendalian internal dalam komponen pemantauan :

Bank “X” melakukan evaluasi secara terpisah yang dilakukan oleh atasan setiap harinya, khususnya divisi kartu kredit. Evaluasi tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kinerja dari setiap marketing yang ada. Selain itu, terdapat Komite Audit dan SKAI yang melakukan penelaahan atas efektivitas pengendalian internal, identifikasi hal yang perlu diperhatikan Dewan Komisaris, dan penelaahan tingkat kepatuhan Bank “X” terhadap peraturan perundang – undangan.

*Catatan :
Contoh pengendalian internal untuk setiap komponen diambil dari Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 1 No. 1 (2012) yang berjudul Evaluasi Penerapan Internal Control Berdasarkan Kerangka COSO 2012 pada Divisi Kartu Kredit di Bank “X” oleh Patricia Angela Santoso.

Tuesday, 26 March 2013

Perencanaan Audit

Kelompok 5
^Emi Puji Astuti ~ C1C010061^
^Ovi Shoviana ~ C1C010073^
^Trisa Lestari ~ C1C010087^
^Nikeu Nurmalasari ~ C1C010089^
^Erdha Ayu Caesarani ~ C1C010095^

Tahapan dalam perencanaan audit :
1. Mendapatkan Pemahaman Tentang Bisnis dan Bidang Usaha Klien
Agar dapat membuat perencanaan audit secara memadai, auditor harus memiliki pengetahuan tentang bisnis kliennya agar memahami kejadian, transaksi, dan praktik yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan.
Auditor harus mengetahui hal – hal berikut : 
a. Jenis usaha, jenis produk dan jasa, lokasi perusahaan, dan karakteristik operasi perusahaan, seperti misalnya metode produksi dan pemasaran.
b. Jenis industri, dan mudah tidaknya industri terpengaruh oleh kondisi ekonomi, serta praktik dan kebijakan yang lazim dalam industri tersebut.
c. Ada tidaknya transaksi – transaksi yang memiliki hubungan istimewa.
d. Peraturan pemerintah yang berpengaruh terhadap perusahaan dan industri.
e. Struktur pengendalian intern perusahaan.
f. Laporan – laporan yang harus disampaikan kepada instansi tertentu, misalnya ke Bapepam. 

2. Melaksanakan prosedur analitis
Prosedur analitis merupakan evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data nonkeuangan. Dengan melakukan analisis ini sangat penting karena dengan melakukan prosedur analitis seluruh kegiatan pemeriksaan dapat tergambar.
Tujuan prosedur analitis yang digunakan dalam audit :
a. Dalam tahap perencanaan audit, membantu auditor dalam merencanakan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit lainnya.
b. Dalam tahap pengujian, sebagai pengujian yang substantif untuk memperoleh bukti mengenai suatu asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau transaksi.
c. Pada panyelesaian audit, didalam melakukan review akhir terhadap kelayakan keseluruhan laporan keuangan yang diaudit.
Langkah – langkah dalam prosedur analitis :
a. Mengidentifikasi perhitungan dan perbandingan yang akan dilakukan
b. Mengembangkan ekspektasi (harapan)
c. Melaksanakan perhitungan/perbandingan
d. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
e. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak diharapkan
f. Menentukan dampak akan perencanaan audit

3. Membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
Tahap ini sering disebut dengan materialitas perencanaan dimana sedikit berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan dalam penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan audit karena situasi yang ada disekitarnya mungkin akan berubah dan informasi tambahan klien akan diperoleh selama masa pelaksanaan audit. Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat berikut :
- Tingkat laporan keuangan kerena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai laporan keuangan secara keseluruhan.
- Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan. 

4. Mempertimbangkan risiko audit
Konsep risiko audit sangat penting sebagai dasar mengekspresikan konsep keyakinan yang memadahi. Dalam tahap ini auditor harus membuat penilaian megenai berbagai komponen risiko audit yaitu risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Hai ini diperlukan untuk mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luas prosedur audit dan keputusan mengenai penetapan staf audit.

Resiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, dengan mengasumsikan tidak terdapat pengendalian. Prosedur yang dilaksanakan untuk mendukung penilaian risiko bawaan biasanya serupa dengan untuk memperoleh pemahaman mengenai bisnis dan industri. Risiko pengendalian adalah risiko bahwa salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan sapat dicegah atau dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Risiko deteksi dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur analitis dan risiko pengujian terinci. Dalam menentukan risiko deteksi auditor juga harus mempertimbangkan kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan. 

5. Mengembangkan Strategi Audit Awal Untuk Asersi yang Signifikan
Auditor kadang membuat keputusan pendahuluan tentang komponen model resiko audit dan mengembangkan strategi awal untuk mengumpulkan bukti – bukti. Setelah memperbaharui pengetahuan perubahan – perubahan dalam entitas dan lingkungan, dan menjalankan sedikit prosedur rencana audit awal, auditor mungkin harus memulai untuk mengembangkan harapan apakah pengendalian internal berfungsi sesuai yang diharapkan. Auditor mengembangkan strategi audit awal untuk mengaudit asersi. 

Mengembangkan strategi audit awal untuk asersi yang signifikan bertujuan agar auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit dapat menurunkan risiko audit pada tingkat serendah mungkin untuk mendukung pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Terdapat dua alternatif strategi audit yaitu:
a. Primarily Substantive Approach
Strategi ini biasa digunakan dalam audit klien yang pertama kali daripada audit atas klien lama. Strategi ini lebih mengutamakan pengujian substantif dari pada pengujian pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien.
b. Lower Assessed of Control Risk Approach
Ini merupakan kebalikan dari strategi yang pertama, dimana yang lebih diutamakan dalam strategi ini adalah pengujian pengendalian daripada pengujian substantif. Tetapi auditor dalam hal ini auditor bukan berarti tidak melakukan pengujian substantif tapi tidak se-ektensif pada pendekatan yang pertama. Auditor lebih banyak melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini sering digunakan dalam audit klien lama.

6. Pemahaman Atas Pengendalian Intern
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan,kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,dan efektivitas dan efisiensi operasi. Secara umum, auditor perlu memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern kliennya untuk perencanaan auditnya. Secara khusus pemahaman auditor tentang pengendalian intern yang berkaitan dengan suatu asersi digunakan dalam kegiatan: kemungkinan dapat atau tidaknya audit dilaksanakan, salah saji material yang potensialdapat terjadi, risiko deteksi, dan perancangan pengujian substantive.

Dalam memperoleh pemahaman atas pengendalian intern auditor menggunakan tiga macam prosedur audit yakni: (1) mewawancarai karyawan perusahaan yang berkaitan dengan unsur pengendalian, (2) melakukan inspeksi terhadap dokumen dan catatan, (3) melakukan pengamatan atas kegiatan perusahaan. Informasi yang dikumpulkan oleh auditor dalam melaksanakan prosedur audit tersebut adalah rancangan berbagai kebijakan dan prosedur dalam tiap – tiap unsur pengendalian dan apakah kebijakan dan prosedur tersebut benar – benar dilaksanakan. Terdapat lima unsur pokok pengendalian intern yaitu: lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian, serta pemantauan.

Friday, 15 March 2013

Sepuluh Standar Audit

Standar Umum : berkaitan dengan kualifikasi dan mutu pekerjaan auditor

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai seorang auditor.
Menurut standar ini, orang yang dapat melakukan audit hanyalah orang yang memiliki kompetensi teknis sebagai auditor. Sehingga pada saat pelaksanaan audit, mutu pekerjaan auditor tersebut memiliki kualitas yang bagus.

2. Dalam semua hal yang berkaitan dengan perikatan, auditor harus senantiasa menjaga sikap mental independensi.
Yang dimaksud dengan sikap mental independensi dalam standar ini adalah seorang auditor harus bebas dari pengaruh klien dalam melaksanakan prosedur audit. Auditor harus bersikap netral terhadap entitas, sehingga akan bersikap objektif.
 
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Auditor diharapkan bersungguh – sungguh dan cermat dalam melaksanakan audit dan menerbitkan laporan atas temuannya. Auditor juga harus berlaku jujur dan tidak ceroboh dalam melaksanakan audit.  

Standar Pekerjaan Lapangan : berkaitan dengan pelaksanaan audit di tempat atau bisnis klien

1. Pekerjaan harus direncanakan dengan matang dan apabila digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Auditor harus merencanakan perencanaan audit dengan matang agar audit tersebut dapat dikatakan efektif dan efisien. Jika dalam pelaksanaan audit auditor akan menggunakan asisten, supersivi merupakan hal yang penting untuk mengeksplor pengalaman asisten yang masih terbatas. Hal ini diperlukan agar program audit yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik oleh asisten staf.

2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh agar dapat merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Agar seorang auditor dapat merencanakan audit yang efektif dan efisien, maka auditor perlu memahami struktur pengendalian intern kliennya dengan baik.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, observasi, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Auditor perlu menentukan jumlah dan mutu bukti audit untuk mendukung pendapatnya. Bukti audit tersebut dapat diperoleh dengan melakukan inspeksi, observasi, permintaan keterangan, dan konfirmasi. Apabila bukti – bukti tersebut telah memadai, maka auditor dapat menjadikannya dasar dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien yang diauditnya.

Standar Pelaporan : berkaitan dengan pelaporan hasil audit

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dalam pelaporan hasil audit, auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan yang diaudit telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum, karena prinsip akuntansi inilah yang digunakan untuk mengevaluasi asersi laporan keuangan manajemen.

2. Laporan auditor harus menunjukkan keadaan di mana prinsip akuntansi tidak diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan prinsip akuntansi yang diterapkan pada periode sebelumnya.
Auditor harus mencantumkan dengan jelas dalam laporan auditor tentang setiap kondisi yang menyatakan bahwa prinsip akuntansi tidak diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan untuk dibandingkan dengan prinsip akuntansi yang diterapkan periode sebelumnya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah terjadi masalah konsistensi penerapan prinsip akuntansi atau tidak.

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Auditor diminta untuk mencantumkan pengungkapan yang diperlukan dalam laporan audit jika catatan atas laporan keuangan dan bentuk pengungkapan manajemen lainnya dianggap tidak mencukupi.

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara menyeluruh, atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat yang menyeluruh tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor yang dilaksanakan, dan jika ada, tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
Auditor harus menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Auditor dimungkinkan untuk menyatakan satu dari beberapa jenis pendapat auditar yang berbeda. Jika auditor menyatakan tidak dapat memberikan pendapat, maka auditor harus menjelaskan alasan kenapa auditor memilih untuk tidak memberikan pendapatnya.

Thursday, 14 March 2013

Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal


Jurnal yang diambil dari Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 10 no. 1, Mei 2008 : 22 – 23 ini disusun oleh Tri Ramaraya Koroy dari STIE Nasional Banjarmasin, Indonesia. Tujuan ditulisnya jurnal ini adalah mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dalam pendeteksian kecurangan dalam audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal. Terdapat 4 faktor yang menyebabkan timbulnya masalah yang dapat menghalangi implemetasi pendeteksian kecurangan yang tepat. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik terjadinya kecurangan sehingga menyulitkan proses pendeteksian, standar pengauditan belum cukup memadai untuk menunjang pendeteksian yang sepantasnya, lingkungan kerja audit dapat mengurangi kualitas audit, dan metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif untuk melakukan pendeteksian kecurangan.

Berikut ini lampiran jurnal dan ringkasannya >> Jurnal & PPT